Ikut Mencoret di...

Promosi

Kamis, 08 Januari 2015

Pandangan Ilmu Komunikasi Terhadap Agama (Komunikasi Religius)

Teori komunikasi religius menjelaskan bahwa arti hidup seseorang berasal dari kepercayaan tradisional melalui kitab suci, doktrin dan pengalaman dalam kelompok agama. Religius berarti suatu keterikatan bersama, sedangkan komunikasi adalah pemaknaan atas simbol melalui pikiran dan perasaan. Jadi, pengertian komunikasi religius adalah suatu proses untuk menyelaraskan manusia yang telah terpisah dari roh alami mereka baik itu terhadap sesama maupun kepada Tuhan.

Tujuan komunikasi religius adalah :
1. Percaya kepada Tuhan.
2. Menerapkan tindakan moral yang sesuai karena sudah mempercayai Tuhan.
3. Menanamkan kesadaran dan identitas religius.

Religius sebenarnya berbeda dengan agama. Religius mempunyai pengertian yang lebih luas daripada agama. Agama hanyalah suatu kepercayaan yang diakui oleh negara dan sah secara hukum. Di luar daripada itu, bukan agama namanya. Religius lebih menekankan kepada kepercayaan, baik yang diakui negara maupun yang hanya dikenal oleh suatu masyarakat. Kepercayaan yang bisa saja tidak memiliki nabi maupun kitab suci.

Teori komunikasi religius terbagi atas :
1. Tradisi Khotbah
Tradisi ini diajarkan kepada para pemuka agama supaya mereka mengetahui cara membangun suatu hubungan dengan jemaatnya melalui khotbah. Biasanya mereka menggunakan cara persuasif untuk menarik minat jemaat. Tradisi ini meliputi pengajaran tentang cara berkhotbah, gaya berbicara, cara berpakaian, cara menafsirkan kitab suci, dll.

Pesan-pesan agama ditafsirkan dalam tiga tingkatan. Pertama adalah menyajikan ide, gagasan khotbah sebagai suatu khotbah. Bahwa kejadian yang diceritakannya pernah terjadi di suatu masa. Kedua adalah menuntun jemaat agar memiliki kelakuan yang lebih bermoral. Dan yang terakhir adalah membaca kitab suci dengan rutin dan memahami maknanya, agar jemaat semakin beriman.

2. Tradisi Psikologis
Para pemuka agama memanfaatkan kondisi jiwa jemaat untuk memasukkan doktrin-doktrin mereka. Mereka menyerukan bahwa segala kejahatan berasal dari Iblis dan hanya Tuhanlah yang patut memerintah di dunia dan di surga. Menggunakan berbagai macam efek musik yang mendayu-dayu dan kadang menghentak, dengan teriakan-teriakan yang lantang. Berusaha untuk menggoncang nyali jemaat.

Mereka terkadang melakukan aksi teatrikal, dimana seorang atau beberapa jemaat dipersilahkan ke panggung. Lalu, mereka mulai “menyerang” dengan mengatakan betapa jemaat itu sangat berdosa, bahwa dia sebenarnya tidak layak di dunia ini. Oleh karena itu, dia harus mau menerima Tuhan dalam hidupnya dan merubah segala tingkah lakunya.

Kalau ada jemaat yang akhirnya menerima Tuhan dengan menangis tersedu-sedu, penuh penyesalan atas dosanya, dia kemudian didaulat untuk berbicara di mimbar. Memberi kesaksian akan perubahan hidup yang dialaminya. Sehingga, masyarakat pun mempercayai kepercayaan atau agama tersebut.

3. Tradisi Media
Prinsipnya adalah, media menggunakan seorang pemuka agama yang dianggap mampu menarik perhatian pemirsa, memiliki kharisma, dan dapat digunakan sebagai ikon agama. Dengan adanya ikon ini, diharapkan dapat menjadi role-model kepada masyarakat, menjadi suatu panutan cara hidup yang baik. Sehingga nama baik agama atau kepercayaan tersebut akan naik juga.


Efek negatifnya adalah, ketika ikon ini melakukan suatu tindakan yang dianggap menyimpang secara agama, maka masyarakat akan mencacinya, kepercayaan masyarakat menjadi luntur, dan agama yang dianutnya juga akan terkena imbas. Meskipun nanti publik melupakan masalah tersebut, akan sulit bagi ikon tersebut untuk populer kembali dan mendapat simpati masyarakat. 

1 komentar: