Banyak masyarakat yang
menganggap gender dan jenis kelamin (sex)
adalah hal yang sama. Padahal keduanya sama sekali berbeda Gender berasal
dari bahasa Latin, genus, yang
artinya tipe atau jenis. Jadi, gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan
pada laki-laki dan perempuan, yang biasanya dibentuk oleh masyarakat sosial
atau melalui budaya. Sedangkan sex
adalah perbedaan jenis kelamin pada perempuan dan laki-laki. Seperti penis,
vagina, payudara, rahim, testis dan sebagainya.
Dalam Gender Role Theory, individu
diidentifikasikan secara sosial untuk bertindak sesuai dengan peran mereka
dalam struktur sosial dan yang menyalahi peran akan digunjingkan oleh
masyarakat sekitar. Contoh peran yang sesuai adalah : laki-laki memperbaiki
genteng, wanita memasak. Atau laki-laki bekerja dan wanita mengurus keluarga.
Yang menyalahi aturan adalah : pria yang mengenakan pakaian layaknya perempuan,
atau perempuan yang tingkah lakunya tidak sopan dan cenderung serampangan.
Dalam masyarakat kita,
posisi laki-laki seringkali memiliki posisi tawar yang lebih tinggi ketimbang
wanita. Karena kebanyakan budaya di Indonesia menganut paham patrilineal.
Sedikit sekali yang menerapkan paham matrilineal, kalaupun ada maka paham itu
tidak murni matrilineal. Menurut tinjauan agama, posisi laki-laki juga dianggap
lebih superior, dijadikan pemimpin di dalam keluarga dan istri harus patuh
kepada suami.
Peran-peran hasil
bentukan sosial-budaya inilah yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis
kelamin. Pekerjaan penuh tantangan, keras, dan membutuhkan tenaga yang banyak
akan diberikan kepada pria. Sedangkan pekerjaan yang lembut, penuh kesopanan,
akan diberikan kepada kaum perempuan. Itulah sebabnya, aneh sekali jika melihat
ada seorang ibu rumah tangga yang berprofesi menjadi tukang parkir atau supir
angkot. Karena dalam pola pikir kita telah terbentuk bahwa itu adalah pekerjaan
pria, dan wanita tidak pantas melakukan hal itu.
Keadaan semacam ini
sering menimbulkan pertentangan karena dianggap tidak adil. Kaum wanita pun
sering menyuarakan hal ini dan menuntut persamaan hak di antara laki-laki dan
perempuan. Padahal, sebenarnya bisa saja laki-laki dan perempuan saling berbagi
tugas biar semuanya lebih cepat selesai. Seperti ayah yang memasak sementara
ibu memandikan anak.
Margaret Mead pernah
meneliti tiga suku primitif untuk mengetahui mengenai peran dan perilaku pria
dan wanita di suku tersebut. Suku tersebut adalah :
1. Suku Arapesh : Di
suku ini, baik pria maupun wanita sama-sama saling mengayomi, bisa bekerjasama
dengan baik dan hidup dalam damai.
2. Suku Mundugumor : Di
suku ini, pria maupun wanita keduanya bersifat agresif dan cenderung kasar.
3. Suku Tuhambuli : Di
suku ini, wanita lebih dominan dan bersifat impersonal atau menggunakan rasio.
Sedangkan pria lebih menggunakan emosi daripada akal.
Berdasarkan perbedaan
yang terjadi di tiga suku primitif ini, Mead menyimpulkan bahwa perbedaan
gender bukan berdasarkan faktor biologis, melainkan dikonstruksi secara sosial
sesuai dengan kebiasaan di suatu daerah atau suku.
Bahasa juga mengambil
peran dalam menjustifikasi perbedaan perilaku pria dan wanita untuk suatu
perbuatan yang sama.
Contohnya : Seorang
lelaki playboy yang gemar berganti-ganti pacar, tidak terlalu dicap negatif.
Malah dia dijuluki seorang Don Juan. Penakluk
Wanita. Lain halnya jika wanita yang doyan berganti-ganti pacar. Masyarakat
cenderung memandang rendah kepadanya dan mencapnya sebagai wanita murahan.
Beginilah cara bahasa dalam membentuk pikiran kita tentang bagaimana seorang
pria atau wanita dicap berdasarkan perbuatan mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar