Ikut Mencoret di...

Promosi

Kamis, 08 Januari 2015

Apakah Gender Role Theory?

Banyak masyarakat yang menganggap gender dan jenis kelamin (sex) adalah hal yang sama. Padahal keduanya sama sekali berbeda Gender berasal dari bahasa Latin, genus, yang artinya tipe atau jenis. Jadi, gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan, yang biasanya dibentuk oleh masyarakat sosial atau melalui budaya. Sedangkan sex adalah perbedaan jenis kelamin pada perempuan dan laki-laki. Seperti penis, vagina, payudara, rahim, testis dan sebagainya.

Dalam Gender Role Theory, individu diidentifikasikan secara sosial untuk bertindak sesuai dengan peran mereka dalam struktur sosial dan yang menyalahi peran akan digunjingkan oleh masyarakat sekitar. Contoh peran yang sesuai adalah : laki-laki memperbaiki genteng, wanita memasak. Atau laki-laki bekerja dan wanita mengurus keluarga. Yang menyalahi aturan adalah : pria yang mengenakan pakaian layaknya perempuan, atau perempuan yang tingkah lakunya tidak sopan dan cenderung serampangan.

Dalam masyarakat kita, posisi laki-laki seringkali memiliki posisi tawar yang lebih tinggi ketimbang wanita. Karena kebanyakan budaya di Indonesia menganut paham patrilineal. Sedikit sekali yang menerapkan paham matrilineal, kalaupun ada maka paham itu tidak murni matrilineal. Menurut tinjauan agama, posisi laki-laki juga dianggap lebih superior, dijadikan pemimpin di dalam keluarga dan istri harus patuh kepada suami.

Peran-peran hasil bentukan sosial-budaya inilah yang menghubungkan pekerjaan dengan jenis kelamin. Pekerjaan penuh tantangan, keras, dan membutuhkan tenaga yang banyak akan diberikan kepada pria. Sedangkan pekerjaan yang lembut, penuh kesopanan, akan diberikan kepada kaum perempuan. Itulah sebabnya, aneh sekali jika melihat ada seorang ibu rumah tangga yang berprofesi menjadi tukang parkir atau supir angkot. Karena dalam pola pikir kita telah terbentuk bahwa itu adalah pekerjaan pria, dan wanita tidak pantas melakukan hal itu.

Keadaan semacam ini sering menimbulkan pertentangan karena dianggap tidak adil. Kaum wanita pun sering menyuarakan hal ini dan menuntut persamaan hak di antara laki-laki dan perempuan. Padahal, sebenarnya bisa saja laki-laki dan perempuan saling berbagi tugas biar semuanya lebih cepat selesai. Seperti ayah yang memasak sementara ibu memandikan anak.

Margaret Mead pernah meneliti tiga suku primitif untuk mengetahui mengenai peran dan perilaku pria dan wanita di suku tersebut. Suku tersebut adalah :
1. Suku Arapesh : Di suku ini, baik pria maupun wanita sama-sama saling mengayomi, bisa bekerjasama dengan baik dan hidup dalam damai.
2. Suku Mundugumor : Di suku ini, pria maupun wanita keduanya bersifat agresif dan cenderung kasar.
3. Suku Tuhambuli : Di suku ini, wanita lebih dominan dan bersifat impersonal atau menggunakan rasio. Sedangkan pria lebih menggunakan emosi daripada akal.

Berdasarkan perbedaan yang terjadi di tiga suku primitif ini, Mead menyimpulkan bahwa perbedaan gender bukan berdasarkan faktor biologis, melainkan dikonstruksi secara sosial sesuai dengan kebiasaan di suatu daerah atau suku.
Bahasa juga mengambil peran dalam menjustifikasi perbedaan perilaku pria dan wanita untuk suatu perbuatan yang sama.


Contohnya : Seorang lelaki playboy yang gemar berganti-ganti pacar, tidak terlalu dicap negatif. Malah dia dijuluki seorang Don Juan. Penakluk Wanita. Lain halnya jika wanita yang doyan berganti-ganti pacar. Masyarakat cenderung memandang rendah kepadanya dan mencapnya sebagai wanita murahan. Beginilah cara bahasa dalam membentuk pikiran kita tentang bagaimana seorang pria atau wanita dicap berdasarkan perbuatan mereka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar