Ikut Mencoret di...

Promosi

Selasa, 13 Desember 2016

Portofolio Arman Zeti Zega

Arman Zeti Zega

Sarjana Ilmu Komunikasi

Email: zegaisme@gmail.com

Blog: Coretan Asal

Saya adalah lulusan S1 Ilmu Komunikasi di Universitas Medan Area. Saya merupakan blogger yang aktif menulis di www.nyorett.com. Selain itu, saya juga menjadi kontributor di Keepo. Di bawah ini adalah portofolio tulisan saya, baik ketika menulis di blog maupun ketika menjadi kontributor di Keepo.


Beberapa hasil tulisan selama menjadi kontributor untuk keepo.me:






Selebihnya, bisa dilihat di SINI



Beberapa hasil tulisan saya di blog Coretan Asal:

3. Review situs belanja online







Selebihnya, bisa dilihat di SINI

Lanjut Baca Terus >>>
Blogger Tricks

Kamis, 08 Januari 2015

Pandangan Ilmu Komunikasi Terhadap Agama (Komunikasi Religius)

Teori komunikasi religius menjelaskan bahwa arti hidup seseorang berasal dari kepercayaan tradisional melalui kitab suci, doktrin dan pengalaman dalam kelompok agama. Religius berarti suatu keterikatan bersama, sedangkan komunikasi adalah pemaknaan atas simbol melalui pikiran dan perasaan. Jadi, pengertian komunikasi religius adalah suatu proses untuk menyelaraskan manusia yang telah terpisah dari roh alami mereka baik itu terhadap sesama maupun kepada Tuhan.

Tujuan komunikasi religius adalah :
1. Percaya kepada Tuhan.
2. Menerapkan tindakan moral yang sesuai karena sudah mempercayai Tuhan.
3. Menanamkan kesadaran dan identitas religius.

Religius sebenarnya berbeda dengan agama. Religius mempunyai pengertian yang lebih luas daripada agama. Agama hanyalah suatu kepercayaan yang diakui oleh negara dan sah secara hukum. Di luar daripada itu, bukan agama namanya. Religius lebih menekankan kepada kepercayaan, baik yang diakui negara maupun yang hanya dikenal oleh suatu masyarakat. Kepercayaan yang bisa saja tidak memiliki nabi maupun kitab suci.

Teori komunikasi religius terbagi atas :
1. Tradisi Khotbah
Tradisi ini diajarkan kepada para pemuka agama supaya mereka mengetahui cara membangun suatu hubungan dengan jemaatnya melalui khotbah. Biasanya mereka menggunakan cara persuasif untuk menarik minat jemaat. Tradisi ini meliputi pengajaran tentang cara berkhotbah, gaya berbicara, cara berpakaian, cara menafsirkan kitab suci, dll.

Pesan-pesan agama ditafsirkan dalam tiga tingkatan. Pertama adalah menyajikan ide, gagasan khotbah sebagai suatu khotbah. Bahwa kejadian yang diceritakannya pernah terjadi di suatu masa. Kedua adalah menuntun jemaat agar memiliki kelakuan yang lebih bermoral. Dan yang terakhir adalah membaca kitab suci dengan rutin dan memahami maknanya, agar jemaat semakin beriman.

2. Tradisi Psikologis
Para pemuka agama memanfaatkan kondisi jiwa jemaat untuk memasukkan doktrin-doktrin mereka. Mereka menyerukan bahwa segala kejahatan berasal dari Iblis dan hanya Tuhanlah yang patut memerintah di dunia dan di surga. Menggunakan berbagai macam efek musik yang mendayu-dayu dan kadang menghentak, dengan teriakan-teriakan yang lantang. Berusaha untuk menggoncang nyali jemaat.

Mereka terkadang melakukan aksi teatrikal, dimana seorang atau beberapa jemaat dipersilahkan ke panggung. Lalu, mereka mulai “menyerang” dengan mengatakan betapa jemaat itu sangat berdosa, bahwa dia sebenarnya tidak layak di dunia ini. Oleh karena itu, dia harus mau menerima Tuhan dalam hidupnya dan merubah segala tingkah lakunya.

Kalau ada jemaat yang akhirnya menerima Tuhan dengan menangis tersedu-sedu, penuh penyesalan atas dosanya, dia kemudian didaulat untuk berbicara di mimbar. Memberi kesaksian akan perubahan hidup yang dialaminya. Sehingga, masyarakat pun mempercayai kepercayaan atau agama tersebut.

3. Tradisi Media
Prinsipnya adalah, media menggunakan seorang pemuka agama yang dianggap mampu menarik perhatian pemirsa, memiliki kharisma, dan dapat digunakan sebagai ikon agama. Dengan adanya ikon ini, diharapkan dapat menjadi role-model kepada masyarakat, menjadi suatu panutan cara hidup yang baik. Sehingga nama baik agama atau kepercayaan tersebut akan naik juga.


Efek negatifnya adalah, ketika ikon ini melakukan suatu tindakan yang dianggap menyimpang secara agama, maka masyarakat akan mencacinya, kepercayaan masyarakat menjadi luntur, dan agama yang dianutnya juga akan terkena imbas. Meskipun nanti publik melupakan masalah tersebut, akan sulit bagi ikon tersebut untuk populer kembali dan mendapat simpati masyarakat. 
Lanjut Baca Terus >>>

Pengertian dan Teori Kebudayaan

Budaya dalam arti luas mencakup persamaan-persamaan yang dimiliki antar ras, bangsa, negara, bahkan benua. Misalnya suatu adat kebiasaan yang dimiliki orang timur, yang cenderung konservatif dan kolektif, sangat berbeda dengan adat kebiasaan orang barat, yang cenderung liberal dan individualis. “Orang timur” dan “Orang barat” ini tentu saja sangat luas bentangannya. Begitulah luasnya pemahaman akan pengertian budaya.

Terkadang, di dalam suatu bangsa melekat sikap dimana mereka merasa bangsa mereka lebih inferior dibandingkan negara lain. Hal ini sering terlihat di Indonesia, dimana masyarakatnya menganggap para bule lebih berpendidikan, lebih canggih, lebih maju dan lebih segala-galanya. Akibatnya, Indonesia menjadi susah bersaing di dunia internasional karena sifat masyarakatnya yang sudah kalah sebelum berperang.
Ada juga stigma negatif di benak masyarakat, ketika mereka melihat masyarakat pendatang atau non-pribumi. 

Seperti, susahnya warga Tionghoa untuk berbaur bersama masyarakat, karena mereka selalu dianggap lebih kaya, pelit dan menutup diri. Padahal tidak semua etnis Tionghoa bersifat demikian. Tapi, ketika stigma tadi telah berakar di dalam diri masyarakat, maka mereka akan menolak warga non-pribumi, meskipun KTP mereka jelas-jelas warga negara indonesia. Hal ini yang seringkali menimbulkan konfilk di negara ini, karena tidak bisa menghargai perbedaan.

Ada beberapa pendekatan dalam teori kebudayaan :

1. Intercultural Communication and Foreign Service Institute
Pendekatan ini dikembangkan oleh Edwart T. Hall seorang antropolog budaya dimana dia memperhatikan interaksi tatap muka di antara anggota yang berbeda budayanya dan juga memperkenalkan pentingnya komunikasi non-verbal dalam komunikasi.
Hall mengatakan bahwa budaya adalah sebuah proses komunikasi yang terpola, bisa dipelajari dan dapat dianalisis. Terpola maksudnya adalah sebuah kegiatan yang rutin dilakukan, sebuah kebiasaan yang tanpa sadar sering langsung dilakukan. Seperti gerak refleks. Pola-pola ini kemudian dipelajari dan dianalisis untuk meneliti sebuah budaya. Sesuatu disebut budaya, jika ia diwariskan secara turun-temurun dan tetap terjaga eksistensinya.

2. Cultural Studies Orientations
Pendekatan ini fokus kepada hubungan antara percakapan, kekuatan dan ideologis. Sistem percakapan mengacu kepada apa yang dibicarakan, aturan mengenai apa yang boleh dilakukan atau tidak, siapa yang boleh berbicara, apa saja bahan obrolan yang boleh diucapkan.

Stuart Hall mengatakan bahwa budaya itu adalah suatu sistem percakapan yang sedang diadu. Dengan kata lain, beberapa budaya akan dijumpai lebih sering dan lebih bernilai daripada budaya lain. Budaya juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses komunikasi yang kompleks dalam suatu sistem dimana ideologi dan status dinegosiasikan.

3. Etnography of Communication

Dikembangkan oleh Dell Hymes, seorang antropolog budaya yang mengatakan bahwa budaya berbicara dan berperilaku, dimana simbol, makna, pendapat dan aturannya terpola dan diwariskan turun temurun untuk menjaga eksistensinya. Pendapatnya Hymes memang agak mirip dengan yang dikemukakan oleh Edward T. Hall.
Lanjut Baca Terus >>>